Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2019

Jalan Buntu. Bagian 3 : Aduh!!

Saya rasa, perlu banyak sentuhan untuk Ibukota.  Tempat ini kurang romantis bagi pejalan kaki, jadinya, sang ahli harus mengeluarkan jurusnya agar terlihat menarik di depan perempuan yang dia suka.  Mungkin dengan mendorong kecil agar ia jengkel lalu membalasnya.  Atau, membahas apa saja, dari yang penting sampai tak penting, sampai haus, biar saja.  Habisnya, dekorasi kota ini kurang menarik untuk dijadikan bahan obrolan. "Kayaknya kita terlambat deh kak." Ucapnya pesimis mengenai acara yang akan dihadiri.  Yap, malam ini mungkin ada 2 band yang akan tampil, namun Stars and Rabbit tampil pertama. "Iyaa, saya sih pake main bola segala tadi sore, jadinya telat nih." Aku menyalahkan diriku sendiri. "Gapapa kak." Sebagai laki-laki yang menganggap selera humornya tinggi, setidaknya aku harus membuatnya tertawa.  Tetapi, isi kepala buyar, terlebih saat melihat senyumnya.  Tak ada satupun lawakan lucu yang teringat dikepala, atau kutipan-kutipan yang se

Jalan Buntu. Bagian 2 : Semestinya.

Aku suka sesuatu yang jarang disuka.  Ketika orang sedang beramai-ramai memilih kopi, aku teh saja.  Ketika orang-orang memilih lagu berdasarkan yang sedang trend, aku yang biasa-biasa saja.  Bukan karena ingin terlihat berbeda, lebih tepatnya tidak ingin terlihat sama.  Itu beda.  Ketika aku bertemu dengan satu perempuan yang mungkin disukai banyak pria, aku tak ingin bersaing, biar saja peruntungan ku yang berkata atau kesialan perempuan itu yang membuat ia bertemu denganku.  Mengapa sial? Tidak tau, aku merasa; mungkin saja tiap pertemuan yang aku alami selalu jadi kesialan bagi yang bertemu denganku.  Dasar tukang mengira. Oh,ya aku ingin cerita tentang satu perempuan, yang pada saat bertemu dengannya, cara pandangku tentang peruntungan berubah.  Ia yang mengenalkanku pada hal bernama ''mimpi' lebih daripada umumnya.  Aku ingat betul, ia berkata "mimpi itu tak usah dibicarakan, soalnya belum tercapai, nanti malu sendiri kalau tidak tercapai.". Kira-kira beg

Jalan buntu. Bagian 1 : Hatiku rumah, entah untuk siapa.

Telah rapih hati yang sempat diporakporandakan seseorang, dinding yang telah dilukis dari nasihat tiap hati yang pulang pergi, mempunyai banyak warna.  Lalu beberapa medali terpampang, pembuktian kini aku bukan kekanak-kanakan.  Pagar halamannya terbuat dari cacian; tajam.  Didepan pintu terdapat keset warna putih, agar diketahui kaki-kaki yang dengan sengaja mengotori lantai.  Lalu setelah beberapa kejadian, hatiku aku kunci rapat-rapat.  Entahlah, mungkin aku marah, atau mungkin aku bingung, atau mungkin aku malas membiarkan siapapun masuk sebelum dindingnya penuh dengan medali.  Mengapa begitu? Mungkin agar kelak yang masuk senang melihat medalinya dan tak memporak-porandakan isinya hanya karena bosan.  Kalau itu terjadi, berdebulah kembali hati ini karena dikunci kembali rapat-rapat.  Terkadang aku tak bisa mengendalikan diri, beberapa orang yang merawat hatiku dengan baik malah aku suruh pergi.  Aku seperti orang jahat.  Padahal aku hanya takut semua kembali 'porak-poranda