Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2018

Pria tak ber-indera

Ia adalah pria yang tak mempunyai indera.  Matanya terpejam untuk perjuangan yang harusnya ia lihat dengan seksama, mengabaikan lelah penantian sang perempuan berhati gulali, matanya mampu melihat ketika sesuatu yang ia anggap benar ada di depannya.  Haha, bego. Lalu telinganya hanya untuk mendengarkan ocehannya sendiri.  Nasihat baik perempuan berhati gulali hanya menjadi seperti kendaraan yang tak punya tujuan, lalu-lalang tak disimak oleh pendengar.  Haha, tolol. Hidungnya adalah bagian paling tidak egois, karena ia masih mau menghirup aroma parfum yang sebenarnya ia tak suka.  Kulitnya parah, ia menggenggam jemari perempuan itu, lalu melepasnya dengan alasan yang sangat kekanak-kanakan.  Kalaupun ia keriput nanti, mungkin sikapnya akan sama saja.  Haha, dongo.  Lidahnya adalah bagian paling kejam.  Ia tak pernah mencicip secara bersama makanan kesukaan perempuan berhati gulali.  Bahkan tak pernah.  Lalu dengan santainya ia meliak-liuk didalam mulut sembari melontarkan kalimat

Judi

Terbang, Aku terbang. Simpul rapih sulit terbuka kini tak ada Tak lagi terkunci dalam sebuah kenang Terhempas kebebasan heran akan kenyataan Aku kira sayapku akan mengepak sesuai keinginanku, ternyata ia lebih suka terjebak dalam rindu.  Kancing kemejaku tak sesuai dengan lubangnya, ah mungkin saja aku kaget dengan ketiadaan nya.  Beberapa roti terlambat ditelan, Kegiatanku selalu dari lampu belum menyala hingga ia dipadamkan.  Tidak, Aku tidak terbang.  Aku hanya bodoh, Ingin terhempas angin, namun kehilangan cahaya.  Hai engkau, hunus saja aku dengan rindu.  Aku bingung dengan rambutku yang mulai acak-acakan.  Ternyata kamu, Kamu "terbang" ku.  Kamu "tepat waktu menelan roti" ku. Kamu "kancing kemeja tepat lubangnya" ku. Kamu "rambut tertata" ku.  Kini aku, Tertusuk.  Oleh "ku"