Saya rasa, perlu banyak sentuhan untuk Ibukota. Tempat ini kurang romantis bagi pejalan kaki, jadinya, sang ahli harus mengeluarkan jurusnya agar terlihat menarik di depan perempuan yang dia suka. Mungkin dengan mendorong kecil agar ia jengkel lalu membalasnya. Atau, membahas apa saja, dari yang penting sampai tak penting, sampai haus, biar saja. Habisnya, dekorasi kota ini kurang menarik untuk dijadikan bahan obrolan.
"Kayaknya kita terlambat deh kak." Ucapnya pesimis mengenai acara yang akan dihadiri. Yap, malam ini mungkin ada 2 band yang akan tampil, namun Stars and Rabbit tampil pertama.
"Iyaa, saya sih pake main bola segala tadi sore, jadinya telat nih." Aku menyalahkan diriku sendiri.
"Gapapa kak."
Sebagai laki-laki yang menganggap selera humornya tinggi, setidaknya aku harus membuatnya tertawa. Tetapi, isi kepala buyar, terlebih saat melihat senyumnya. Tak ada satupun lawakan lucu yang teringat dikepala, atau kutipan-kutipan yang sering ditonton yang mungkin mampu membuat tertawa, nol. Bagaimana ini? Padahal aku orang yang menganggap pria humoris akan menang melawan pria tampan. Tapi mungkin, aku tak akan menang melawan siapapun kalau seperti ini.
Atau memang begini cara kerjanya? Semua akan berhenti dan kaku ketika berada di dekat perempuan yang disuka. Seakan-akan tak mau salah ucap sampai menyakiti hatinya, jadinya, hanya diam saja.
"Tuh kan kak Stars and Rabbit nya udah selesai."
"Yah, iya lagi. Gimana ya."
"Gapapa kak masih ada Fourtwnty kan, Sovi suka lagu-lagu nya. Emang kakak gasuka lagunya Fourtwnty?"
"Suka sih, tapi karena banyak banget yang suka, saya jadi gak terlalu suka."
Pada akhirnya kami menikmati sesuatu diluar rencana, yaitu Fourtwnty. Ya walaupun saya tidak begitu suka, tapi saya suka momen seperti ini. Dia nyanyi, disebelahku. Akupun ikut bernyanyi karna hafal lagunya.
Kalau aku punya tombol mute, aku akan matikan semua suara dan hanya suaranya yang terdengar. Seperti disebuah ruangan kedap suara, lalu ia dengan bebas mengekspresikan rasanya, ya, begitulah keadaannya sekarang. Sepertinya.
Jika digambarkan, tinggi tubuhnya saat berdiri itu tepat segaris dengan dadaku. Mungkin, kalau dia ingin dipeluk, aku sangat mudah mendekapnya. Tinggal tempelkan saja di dada, dekap dengan hati. Ah, jangan.
"Sov, saya laper nih. Makan yuk."
"Yaudah Ayuk."
Tak jauh dari tempat acara memang ada sebuah tempat makan cepat saji. Dan disinilah tindakan bodoh yang aku lakukan, aku sangat ingin mengulang momen ini dan mengubah kejadian ini. Ketika di tempat makan, aku bingung mau ngomong apa. Dan yang keluar malah "Sov, pesenin aku ya, aku tunggu sini." What? Pria mana yang justru menyuruh sang putri mengantri untuk makanan?.
Sungguh aku bodoh. Walaupun ia bilang tidak keberatan, tetap saja aku bodoh. Bego lo.
Ia datang dengan makanan.
"Maaf ya sov, malah kamu yang ngantri."
"Iya gapapa kak santai." Sembari tersenyum.
Malam itu, kami mengobrol banyak. Mulai dari rencana ia kuliah dimana, lalu tentang impian-impian yang ingin sekali digapai. Aku selalu antusias jika membicarakan mimpi. Terlebih setelah mengobrol banyak dengannya, impianku tambah satu; menyayanginya.
Ditengah-tengah pembicaraan yang semakin seru, aku sudah melihat kekhawatiran di wajahnya entah karena apa.
Dengan lugunya ia mengutarakan kekhawatiran nya.
"Kak, pulang yuk udah malem hehe." Sungguh aku mengutuk diriku, tak sadar sudah jam 11 malam, aku kan tidak bawa kendaraan mau antar anak perempuan orang pakai apa sampai rumah jam segini.
"Eh iyaa udah malem. Yaudah ayok."
Aku memesan taksi online agar ia bisa sampai dirumah dengan cepat.
Momen yang menyebalkan dari naik taksi online berdua dengan gebetan adalah pengen ngegombal tapi takut supirnya dengernya jijik hahaha.
Akhirnya aku menemukan satu cara, cara yang belum terpikirkan sebelumnya tapi malah meninggalkan kesan mendalam. Yaitu, mendengarkan lagu bersama, dan aku yang memilih lagunya. Seakan-akan aku ingin menyampaikan pesan lewat lagu.
Lagu tulus berjudul 'satu hari di bulan juni' yang pertama diputar. Mungkin ia tidak terlalu hafal lagunya, sehingga hanya mendengarkan dengan seksama liriknya. Ada satu lirik yang pas sekali yaitu "kamu cantik, meski tanpa bedak" begitu lirik tersebut terdengar aku menatapnya. Ia pun tersenyum entah apa artinya, sehingga kita kembali memasuki dunia dimana hanya kita mengerti.
Aku melihat wajahnya putih pucat saat itu, aku khawatir sehingga menanyakan keadaannya. Ia bilang ia memang sedang tak enak badan. Lalu tanganku aku tempelkan ke keningnya sebagai isyarat memeriksa keadaannya.
"Gapapa kok kak. Emang dari kemarin. Besok paling sembuh."
"Yaudah jaga kesehatan yaa."
Malam itu, aku rasa. Aku kembali jatuh cinta. Setelah sebelumnya aku menjadi pria yang mengunci hatinya rapat-rapat.
To be continued
"Kayaknya kita terlambat deh kak." Ucapnya pesimis mengenai acara yang akan dihadiri. Yap, malam ini mungkin ada 2 band yang akan tampil, namun Stars and Rabbit tampil pertama.
"Iyaa, saya sih pake main bola segala tadi sore, jadinya telat nih." Aku menyalahkan diriku sendiri.
"Gapapa kak."
Sebagai laki-laki yang menganggap selera humornya tinggi, setidaknya aku harus membuatnya tertawa. Tetapi, isi kepala buyar, terlebih saat melihat senyumnya. Tak ada satupun lawakan lucu yang teringat dikepala, atau kutipan-kutipan yang sering ditonton yang mungkin mampu membuat tertawa, nol. Bagaimana ini? Padahal aku orang yang menganggap pria humoris akan menang melawan pria tampan. Tapi mungkin, aku tak akan menang melawan siapapun kalau seperti ini.
Atau memang begini cara kerjanya? Semua akan berhenti dan kaku ketika berada di dekat perempuan yang disuka. Seakan-akan tak mau salah ucap sampai menyakiti hatinya, jadinya, hanya diam saja.
"Tuh kan kak Stars and Rabbit nya udah selesai."
"Yah, iya lagi. Gimana ya."
"Gapapa kak masih ada Fourtwnty kan, Sovi suka lagu-lagu nya. Emang kakak gasuka lagunya Fourtwnty?"
"Suka sih, tapi karena banyak banget yang suka, saya jadi gak terlalu suka."
Pada akhirnya kami menikmati sesuatu diluar rencana, yaitu Fourtwnty. Ya walaupun saya tidak begitu suka, tapi saya suka momen seperti ini. Dia nyanyi, disebelahku. Akupun ikut bernyanyi karna hafal lagunya.
Kalau aku punya tombol mute, aku akan matikan semua suara dan hanya suaranya yang terdengar. Seperti disebuah ruangan kedap suara, lalu ia dengan bebas mengekspresikan rasanya, ya, begitulah keadaannya sekarang. Sepertinya.
Jika digambarkan, tinggi tubuhnya saat berdiri itu tepat segaris dengan dadaku. Mungkin, kalau dia ingin dipeluk, aku sangat mudah mendekapnya. Tinggal tempelkan saja di dada, dekap dengan hati. Ah, jangan.
"Sov, saya laper nih. Makan yuk."
"Yaudah Ayuk."
Tak jauh dari tempat acara memang ada sebuah tempat makan cepat saji. Dan disinilah tindakan bodoh yang aku lakukan, aku sangat ingin mengulang momen ini dan mengubah kejadian ini. Ketika di tempat makan, aku bingung mau ngomong apa. Dan yang keluar malah "Sov, pesenin aku ya, aku tunggu sini." What? Pria mana yang justru menyuruh sang putri mengantri untuk makanan?.
Sungguh aku bodoh. Walaupun ia bilang tidak keberatan, tetap saja aku bodoh. Bego lo.
Ia datang dengan makanan.
"Maaf ya sov, malah kamu yang ngantri."
"Iya gapapa kak santai." Sembari tersenyum.
Malam itu, kami mengobrol banyak. Mulai dari rencana ia kuliah dimana, lalu tentang impian-impian yang ingin sekali digapai. Aku selalu antusias jika membicarakan mimpi. Terlebih setelah mengobrol banyak dengannya, impianku tambah satu; menyayanginya.
Ditengah-tengah pembicaraan yang semakin seru, aku sudah melihat kekhawatiran di wajahnya entah karena apa.
Dengan lugunya ia mengutarakan kekhawatiran nya.
"Kak, pulang yuk udah malem hehe." Sungguh aku mengutuk diriku, tak sadar sudah jam 11 malam, aku kan tidak bawa kendaraan mau antar anak perempuan orang pakai apa sampai rumah jam segini.
"Eh iyaa udah malem. Yaudah ayok."
Aku memesan taksi online agar ia bisa sampai dirumah dengan cepat.
Momen yang menyebalkan dari naik taksi online berdua dengan gebetan adalah pengen ngegombal tapi takut supirnya dengernya jijik hahaha.
Akhirnya aku menemukan satu cara, cara yang belum terpikirkan sebelumnya tapi malah meninggalkan kesan mendalam. Yaitu, mendengarkan lagu bersama, dan aku yang memilih lagunya. Seakan-akan aku ingin menyampaikan pesan lewat lagu.
Lagu tulus berjudul 'satu hari di bulan juni' yang pertama diputar. Mungkin ia tidak terlalu hafal lagunya, sehingga hanya mendengarkan dengan seksama liriknya. Ada satu lirik yang pas sekali yaitu "kamu cantik, meski tanpa bedak" begitu lirik tersebut terdengar aku menatapnya. Ia pun tersenyum entah apa artinya, sehingga kita kembali memasuki dunia dimana hanya kita mengerti.
Aku melihat wajahnya putih pucat saat itu, aku khawatir sehingga menanyakan keadaannya. Ia bilang ia memang sedang tak enak badan. Lalu tanganku aku tempelkan ke keningnya sebagai isyarat memeriksa keadaannya.
"Gapapa kok kak. Emang dari kemarin. Besok paling sembuh."
"Yaudah jaga kesehatan yaa."
Malam itu, aku rasa. Aku kembali jatuh cinta. Setelah sebelumnya aku menjadi pria yang mengunci hatinya rapat-rapat.
To be continued
Komentar
Posting Komentar