Aku suka sesuatu yang jarang disuka. Ketika orang sedang beramai-ramai memilih kopi, aku teh saja. Ketika orang-orang memilih lagu berdasarkan yang sedang trend, aku yang biasa-biasa saja. Bukan karena ingin terlihat berbeda, lebih tepatnya tidak ingin terlihat sama. Itu beda. Ketika aku bertemu dengan satu perempuan yang mungkin disukai banyak pria, aku tak ingin bersaing, biar saja peruntungan ku yang berkata atau kesialan perempuan itu yang membuat ia bertemu denganku. Mengapa sial? Tidak tau, aku merasa; mungkin saja tiap pertemuan yang aku alami selalu jadi kesialan bagi yang bertemu denganku. Dasar tukang mengira.
Oh,ya aku ingin cerita tentang satu perempuan, yang pada saat bertemu dengannya, cara pandangku tentang peruntungan berubah. Ia yang mengenalkanku pada hal bernama ''mimpi' lebih daripada umumnya. Aku ingat betul, ia berkata "mimpi itu tak usah dibicarakan, soalnya belum tercapai, nanti malu sendiri kalau tidak tercapai.". Kira-kira begitu. Kurang lebih.
Namanya Sovi, Terdapat Nur didepan namanya.
Aku belum begitu mengenal bagaimana hatinya pada saat pertama. Mungkin, ia baik. Mungkin, ia baik sekali. Mungkin, ia tidak jahat. Entahlah, aku memang selalu berkutat pada kemungkinan. Makanya aku bodoh.
Cara pertamaku adalah mengajaknya menonton konser band kesukaanku, Stars and Rabbit. Sebelumnya, ia sudah mengenalku namun belum pernah dekat. Baru kali ini saja aku mendekatinya, setelah rentetan panjang cerita tentang mendewasakan hati, namun belum juga kunjung dewasa. Sebaliknya, aku malah semakin tak berdaya. Bodoh.
"Saya belom pernah sih nonton konser gitu.". Ungkapnya lewat salah satu dari sekian banyak sosial media yang ada di dunia ini.
"Sama saya juga jarang sih."
"Besok deh kak, saya kasih tau kalo bisa." Jawaban dari ajakanku yang mendadak itu digantung olehnya. Tak apa, memang aku juga yang salah, ngajak anak orang 2 hari sebelum acara, memangnya aku sepenting apa sampai ia harus mengosongkan jadwal untukku. Bodoh.
Karena aku bukan pria yang membawa kendaraan, roda berapapun itu, akhirnya bus kota menjadi pilihan dari ajakanku padanya.
"Nunggu siapa neng?" Tanyaku padanya yang sedang celingak-celinguk dihalte.
"Ini, nunggu orang tapi kayaknya gadateng deh, pulang aja apa.".
"Hehehe". Sepertinya, saya dan dia baru pertama kali bertemu lagi setelah dulu dibangku sekolah, itupun hanya sepintas, sebatas ia adik kelasku. Tapi rasanya, humor kita sama, karena yang menyenangkan adalah mentertawakan hal yang hanya kita yang tau, orang lain tidak. Dan sekarang ada 2 orang yang tertawa dan mereka saja yang tau. Lucu ya.
Di dalam bus Ibukota, ia duduk ditempat dimana tak boleh laki-laki ada disana. Jadi aku hanya berdiri beberapa meter, sembari memandangnya dan bertanya pada diri sendiri "benarkah? Aku kencan? Setelah sekian lama.". Sedih sekali ya kedengarannya. Aku mengajaknya mengobrol lewat obrolan online atau chatting. Padahal jarak kita tak terlalu jauh.
"Awas, mas-mas diserong kiri kamu ngeliatin kamu mulu." Lalu ia mengeceknya, terdapat mas-mas seperti orang Jawa, padahal tidak sedang memerhatikannya, aku saja yang mengarang. Lalu ia hanya tertawa dengan tulisan 'wkwkwk'.
Selang beberapa menit, mas-mas tersebut turun dihalte yang ia mau. Kembali aku mengerjainya,
"Awas, mas-mas diserong kiri ngeliatin kamu." Lalu ia menoleh ke serong kiri, kemudian tertawa kecil namun tertawa langsung bukan online. Karna yang berdiri diserong kirinya adalah aku.
To be continued.
Oh,ya aku ingin cerita tentang satu perempuan, yang pada saat bertemu dengannya, cara pandangku tentang peruntungan berubah. Ia yang mengenalkanku pada hal bernama ''mimpi' lebih daripada umumnya. Aku ingat betul, ia berkata "mimpi itu tak usah dibicarakan, soalnya belum tercapai, nanti malu sendiri kalau tidak tercapai.". Kira-kira begitu. Kurang lebih.
Namanya Sovi, Terdapat Nur didepan namanya.
Aku belum begitu mengenal bagaimana hatinya pada saat pertama. Mungkin, ia baik. Mungkin, ia baik sekali. Mungkin, ia tidak jahat. Entahlah, aku memang selalu berkutat pada kemungkinan. Makanya aku bodoh.
Cara pertamaku adalah mengajaknya menonton konser band kesukaanku, Stars and Rabbit. Sebelumnya, ia sudah mengenalku namun belum pernah dekat. Baru kali ini saja aku mendekatinya, setelah rentetan panjang cerita tentang mendewasakan hati, namun belum juga kunjung dewasa. Sebaliknya, aku malah semakin tak berdaya. Bodoh.
"Saya belom pernah sih nonton konser gitu.". Ungkapnya lewat salah satu dari sekian banyak sosial media yang ada di dunia ini.
"Sama saya juga jarang sih."
"Besok deh kak, saya kasih tau kalo bisa." Jawaban dari ajakanku yang mendadak itu digantung olehnya. Tak apa, memang aku juga yang salah, ngajak anak orang 2 hari sebelum acara, memangnya aku sepenting apa sampai ia harus mengosongkan jadwal untukku. Bodoh.
Karena aku bukan pria yang membawa kendaraan, roda berapapun itu, akhirnya bus kota menjadi pilihan dari ajakanku padanya.
"Nunggu siapa neng?" Tanyaku padanya yang sedang celingak-celinguk dihalte.
"Ini, nunggu orang tapi kayaknya gadateng deh, pulang aja apa.".
"Hehehe". Sepertinya, saya dan dia baru pertama kali bertemu lagi setelah dulu dibangku sekolah, itupun hanya sepintas, sebatas ia adik kelasku. Tapi rasanya, humor kita sama, karena yang menyenangkan adalah mentertawakan hal yang hanya kita yang tau, orang lain tidak. Dan sekarang ada 2 orang yang tertawa dan mereka saja yang tau. Lucu ya.
Di dalam bus Ibukota, ia duduk ditempat dimana tak boleh laki-laki ada disana. Jadi aku hanya berdiri beberapa meter, sembari memandangnya dan bertanya pada diri sendiri "benarkah? Aku kencan? Setelah sekian lama.". Sedih sekali ya kedengarannya. Aku mengajaknya mengobrol lewat obrolan online atau chatting. Padahal jarak kita tak terlalu jauh.
"Awas, mas-mas diserong kiri kamu ngeliatin kamu mulu." Lalu ia mengeceknya, terdapat mas-mas seperti orang Jawa, padahal tidak sedang memerhatikannya, aku saja yang mengarang. Lalu ia hanya tertawa dengan tulisan 'wkwkwk'.
Selang beberapa menit, mas-mas tersebut turun dihalte yang ia mau. Kembali aku mengerjainya,
"Awas, mas-mas diserong kiri ngeliatin kamu." Lalu ia menoleh ke serong kiri, kemudian tertawa kecil namun tertawa langsung bukan online. Karna yang berdiri diserong kirinya adalah aku.
To be continued.
Komentar
Posting Komentar