Separuh diriku sedang bertarung dengan impian 'gono-gini' lalu separuh diriku yang satunya menahan agar pertarungan itu tidak berlangsung lama, caranya dengan menampar keras pipi dengan ketidakjelasan yang jelas adanya.
Semangatku tertahan oleh keadaan, mimpi-mimpiku menjulang namun hati merasa terkekang. Pasalnya, semangat berjuang belum bertumbuh dengan begitu sangat, sehingga untuk kembali terbang rasanya begitu berat. Dari rutinitasnya, aku tau hatinya mengadu pada hal bodoh, menarik sesuatu yang sangat diharapkan untuk bertemu. Pikiran sudah menguasai hatinya, mungkin, 'dia kenapa sih?' adalah kata yang berkumpul di dalam hatinya yang tak berani tersampaikan. Yang sebenarnya aku sadar, namun sekali lagi, hatiku sedang terkekang oleh tempat bernama rumah.
Dalam beberapa kesempatan, dirimu selalu jadi yang aku ceritakan, pada teman maupun siapapun yang ingin berkenalan. Dalam beberapa kesempatan, dirimu meredam amarahku pada sesuatu, dengan mengingat 'aku tau dia tidak suka aku yang pemarah'. Dalam beberapa kesempatan, aku menaruh senyummu sebagai penghapus rasa takut, pada apapun.
Lalu semua itu belum cukup, untuk menjadi 'priamu'. Menurutku.
Aku menyayangimu lewat pembicaraan tentang impian, namun bicaraku bisa saja kau bantah dengan 'cuih', menurutku itu pantas untukku, apalagi rindu yang tak dibalas dengan temu, aku sangat bodoh!. Walaupun kamu tak berpikir seperti itu.
Aku telah memasuki tempat 'takut kehilangan', dimana didalamnya terdapat bercak darah namun tak sekalipun terdapat benda tajam. Menuduh pun tak bisa, didalamnya aku sedang sendiri. Ah, mungkin pribadiku yang egois yang telah meneteskan darah. Atau itu darahku? Lantaran sedang dipukul oleh masalah?.
Ragaku selalu baik, aku sayang kamu jadi tak perlu khawatir !
Komentar
Posting Komentar