Kemarau dan penghujan sedang tak menentu, kadang datang bersama dalam satu hari. Lain hal, alam ini selalu memberi apa yang tiap manusia butuhkan, sekalipun mereka mengotori tubuhmu. Sementara itu kau sedang sibuk-sibuknya dengan kekasih barumu. Terik ataupun kemarau, yang kau posting selalu wajahnya. Riuh penuh alasan, caption milikmu seakan parang tajam menusuk langsung tepat disebelah jantung, aku tak kau buat mati namun hidup dengan perasaan tersakiti.
Pagiku kini ditemani dua gelas kopi hangat, yang satu untuk kuminum dan yang satu untuk kubiarkan dingin, biar khayalku tentangmu yang menghabisinya. Masih tentangmu, pejam sementara terasa begitu lama, atau memang kau ingin aku melihatmu? biar kau pamerkan cara dia menjagamu? begitu?. Tak sudi aku, apalagi harus dibandingkan dengan priamu. Aku adalah aku. Jika ia kau rasa lebih hebat, maka biar udara yang menjawabnya tentang seberapa sering aku dihempas hanya untuk menuggumu.
Dibenakku dirimu masih utuh, tak habis digerogoti temu yang baru. Tiap manja saat bercerita selalu kalah hanya dengan bisu manismu. Celakanya dirimu aku taruh ditempat paling luas dalam kantung impianku, sehingga jika aku ingin menghapusmu, aku harus rela melihat impian lain berantakan. Jadi biarlah dirimu tetap berdampingan dengan impianku.
Nasihatmu adalah gemerlap paling pekat, tak bisa hilang hanya dengan sebuah pertemuan. Bila nanti kau temukan alasan untuk membuatku terlihat jahat, lakukanlah! Aku ingin kau bahagia. Tetapi berjanjilah untuk jangan memohon ketika kau tau yang sebenarnya, bahwa rasaku bukan hanya mau biasa. Tetaplah dingin seperti biasa, aku tak butuh hangatmu kembali. Tetaplah menjauh.
Dirimu tak hilang di kantung impianku, hanya disisihkan ketempat yang gagal.
Komentar
Posting Komentar