Pukul 3:40 Pagi, larut rindu yang keras membeku lewat iringan lagu yang liriknya berkaca-kaca, Otak dihantam sugesti bahwa rindu itu menyakitkan. Huh! Nafasku terbuang begitu. Tentang sugesti itu. Faktanya rindu itu menyenangkan, buktinya senyum pernah kembali merekah kala mengingat peristiwa yang sudah-sudah. Bukankah itu menyenangkan?. Ah sudahlah! Manusia memang begitu, memperumit sesuatu supaya pada saat bisa melewatinya dapat dibilang hebat. Pujian dan kekaguman yang diinginkan bukan?. Sifat itu tak berlaku bagi perindu sejati, karna pada dasarnya rindu itu hanya ada dua pilihan; Diungkap atau disimpan dalam-dalam. Jika kau memperumit, tenggelamlah kau didalamnya tanpa pernah diraih masa depan yang indah.
Tentang pilihan Diungkap atau disimpan dalam-dalam, keduanya telah kulakukan.
Aku sedang merindu, kala diteriknya siang perempuan lugu sedang menatapku. Ia datang dengan pesona perempuan yang sangat ingin dilindungi. Melahap waktu dan memberhentikannya sesaat, untuk membagi kesempatan saling menatap. Mataku tertangkap sesaat, perasaanku masih tak gemetar akan senyumnya. Lalu kau kendalikan keadaan agar aku masuk sudut pandangmu, aku kau buat luluh. Kemudian setelah rasaku kian dalam, kau tepikan tiap pujian untukku yang kau ganti dengan sensasi ditikam secara perlahan. Sakit berkepanjangan, membusuk oleh angan.
Lalu kau muntahkan kembali waktu yang pernah kau lahap. Mengembalikan putarannya ke masa depan namun tidak dengan keadaan, luka darimu masih membusuk tertutup dengan alasan. Kau biarkan jarumnya tetap berputar kekanan. Menyatakan dengan kencang lewat bisik yang kau titipkan bersama foto bahagiamu yang telah bersama pria lain. Rindu kau tanam, namun hanya padaku bukan denganmu.
Putaran bagai asahan, diriku dengan perlahan mulai tajam. Kebencianku terhapus oleh kedewasaan dan keberanianku terasah oleh keadaan. Aku ingin mengungkapkan. Tentang rindu yang selama ini kusimpan dalam-dalam. Kuceritakan semua mulai dari jatuhnya aku pada cintamu sampai jatuhnya aku pada anganku sendiri.
Di suatu malam, aku ungkapkan dengan lantang tanpa berbisik, kepadamu tentang rinduku, yang hampir menyatu pada jiwaku karna terlalu dalamnya aku menyimpan. Masih untukmu sajak ini tertuju namun tidak lagi dengan rasaku.
Malam itu aku rasa kau tak merasa apa-apa. Mungkin bagimu aku tak lagi jadi yang utama. Benih cinta tak lagi tumbuh seiring redupnya cahaya; senyum darimu untukku. Kembali aku tutup tahun ini dengan senyum, bahwa melupakanmu aku belum bisa. Tapi percayalah rasaku telah terbunuh dengan sikapmu sendiri, maka dari itu terlalu suci hatiku jika harus kembali bersamamu. Karna semua rasa bisa binasa, hanya kenangan yang selalu tertera.
Melupakanmu adalah harapku yang baru.Kepal tangan saling berbenturan.
Komentar
Posting Komentar