April dalam Desember. Kelakku kau terangkan kala gelap jadi hal biasa dalam hidupku.
Udara belum berubah, lahir hal baru sebuah kisah. Aku yang lama tak jatuh cinta, kamu yang entah dari mana membuatnya binasa. Aku sedang sibuk dengan membuang-buang waktu, kau datang dengan lugu duduk disampingku dengan tetiba berhias raut bingung tak sendu. Kau paparkan beberapa materi pelajaranmu, membaca dan memahaminya. Aku diam disebelahmu, kau diam disebelahku. Aku dan Kamu pasrah memasuki ruang hampa. Kerudung dan rok yang warnanya serasi membuatmu cantik tak tertandingi.
Komunikasi kita diawali tawa, dengan tak sengaja Cahaya Handphonemu menyala. Aku menegurmu ada apa, kau menjawab dengan tawa diiringi tak sengaja. Disitulah awal sebuah rasa.
Aku terjebak imaji tak dewasa. Dengan sangat mendamba aku menunggumu keluar kelas. Tangan jadi tumpuan dagu, senyum lebar rambut tak ada. Melihat tiap inci senyummu yang merekah kala melihatku melihatmu. Cuaca yang sedang luar biasa atau diriku yang mulai termakan impian riuh tawa.
Aku jatuh, cinta.
Pada senyum dan mata yang baru aku jumpai.
Sepintas senyum itu kembali lalu kau melewatiku dengan mata yang aku yakin mampu meluluhkan tiap lelaki. Beberapa meter kau berjalan, aku ditampar oleh kenyataan bahwa aku tak bisa hanya diam.
Langkah kupercepat, raut mulai pucat. Aku mengikutimu dari sisa-sisa kenangan, terhembus oleh apa adanya keadaan, terjerembab kedalam senyum yang baru saja lewat. Aku menawarkan tawa, kau membalas dengan ekspresi kenapa. Angin terdengar riuh kala aku sudah tepat disampingmu. Hembusannya menyelusup kedalam kulit, merupa rindu; Jauh dan menusuk.
Sore itu aku titipkan beberapa sesal kepada semesta tentang mengapa baru kali ini bertemu dengan kau. Tegang berselimut penasaran, tentang siapa nama dibalik pemilik senyum itu. Aku ingin mengingatnya dengan jelas, melukisnya kedalam lembar putih tak bernyawa. Meluapkan rasa dengan berbicara pada semesta lewat senyummu yang aku jadikan sarana. Indah lengkungan bersampul pesona anggun dewasa.
Aku terpesona.
Namamu sudah aku genggam. Baru saja kau mengalahkan bintang, sekejap kau hantam aku dengan batu yang diambil dari sungai penolakan. Akun instagrammu jadi satu-satunya alasan, bahwa aku telah tersekat oleh sebuah ikatan yang telah kau miliki bersama pria lain. Aku yang ingin melihat fotomu lebih lama tak kau izinkan dengan caramu menghapus namaku dari pencarian instagrammu.
Sungguh beruntung pria itu, memilikimu dengan teduh. Senyummu telah dirangkap oleh pria yang beruntung. Bersamanya kau telah saling sayang. Sekuat-kuatnya rasa aku kau binasakan, lewat pekat senyummu milik priamu. Kembali aku patah sebelum benar-benar merekah. Pijar yang sempat menyala perlahan pudar dihapus waktu yang tak mengizikan aku dan kamu bersatu. Kamu merupa fajar, terbitnya dinantikan yang kini terhalang awan hitam terisi cairan masa depan yang sudah kau susun sebelumnya.
Kepal tangan berbenturan. Sampai berjumpa dilain pertemuan. Senyummu masih aku nantikan.
Komentar
Posting Komentar