Jejak saat terik,
Perjalananku tak kunjung lelah dengan mudah.
Pernah kau bekap dengan rindumu membuat semua kenangku menguap, membuncah dipenghujung malam. Tak henti-hentinya kau hadir ditiap aku menutup mata, bahkan ketika aku sedang bercumbu dengan senja. Sekejap kau hadir namun tak pernah ada sudi mu untuk mampir. bercengkrama dengan linimasa menurutmu lebih baik, ketimbang harus sekadar bertegur sapa dengan pria yang kau anggap biasa.
Apakah duniamu masih ada pagi? Karna malammu pun tak pernah sepi, notifikasi yang entah dari siapa selalu kau dapati. Kau hanya tak sadar waktu sedang membunuhmu, membuatmu nyaman dengan keadaan hingga ia bisa menikam dirimu secara perlahan.
Jika ramai bisa membuatmu terbuai, kemarilah! Siapkan otot pipimu, karna tertawa bersamaku bisa begitu lama. Dirimu adalah bukti bahwa seni bukan hanya untuk dinikmati, namun juga dijaga hingga tak mampu berdiri, karna jika suatu saat aku terkapar lesu, kau baru boleh kupersilahkan pergi. Kalimat terakhir tadi sepertinya adalah ketidakikhlasan yang berusaha diikhlaskan.
Jika memang kau acuh, mungkin earphone adalah teman setiamu. Karna seringkali kulihat orang berpura-pura mendengarkan lagu hanya untuk mengabaikan orang disekelilingnya. Jangan sesekali kau sombong dengan kegiatanmu bersamanya, aku cemburu.
Bila kau tetap ingin menunjukkan kemesraanmu, mungkin aku akan berdoa agar hujan tak berhenti saat weekend mu hadir. Hanya dengan air kau dibuat pasif, tak bisa bercengkrama, ria, ataupun bahagia.
Tentang kita, dua manusia yang pernah meluap hingga saat kita tersiasat terutama untuk saling mendiamkan. Mendiamkan rindu, menanam kenangan hingga tumbuh menjadi jamur (susah dihilangkan). Kau pernah hadir, namun hadirmu itu yang membuatku pasif. Mengubah cara pandangku kepada setiap orang.
Kaku,
Seperti tak pernah bersosial, aku tenggelam pada senyummu. Dimana setiap aku menemukan senyum yang lain, kau hadir dilengkungan itu. Menjadi seperti senja, jauh namun membuat rindu.
Semakin termakan oleh kenangan, perlahan aku ditampar oleh kenyataan.
Bahwa dirimu tak pernah benar-benar ada. Hanya sekadar melintas.
Kumisku yang telah kucukur pun menyadarkan ku. Bahwa sesuatu yang tumbuh kembali, rasanya tak akan lagi sama.
Komentar
Posting Komentar