Dipertengahan Maret tahun ini. Kisah pilu yang mulai layu dilahap senyum-senyum keikhlasan, kembali aku ceritakan.
Di sore hari yang mulai gelap, disitulah pertemuan kita. Peristiwa yang aku ingat begitu detail tentang ekspresi marah yang kau lontarkan. Kau marah. Kau tak setuju bahwa smash keras ku terhadap bola volly itu masuk kedalam lapangan, kau tetap pada keputusanmu bahwa bola volly itu keluar lapangan. Padahal kau belum kenal denganku, tapi sebegitu emosionalnya dirimu.
Padahal aku orang yang percaya, bahwa suatu hubungan dibentuk dari emosional, berjalan dengan konsep yang direncanakan, dan berakhir dengan kata "udahan".
Sudah hampir sebulan aku latihan bersamamu, dan aku juga sudah tau namamu. Beberapa pertemuan, dan kita masih saling diam dalam ketidakjelasan. Kamu tersenyum, akupun begitu.
Dengan tekad yang kuat dan motivasi tinggi untuk meninggalkan masa lalu, akupun memberanikan diri untuk mendekatkan dirimu. Ingin melihat lebih dekat senyummu. Dan ikut serta dalam kebahagiaanmu.
"Hai, pulang sama siapa?" Itu kata yang kulontarkan setelah pulang mengasah kemampuan. Dan keningmu mengerut, menandakan kebingungan tentang kedatanganku yang tetiba menanyakan hal tersebut. Kaki ku tertancap, tak bisa aku bergerak. Aku seperti melihat pintu keluar dari masalalu, pintu itu kamu.
Akupun cerita kepada teman satu tim Volly ku dan satu sekolah denganku, ia tertawa dan memberikan beberapa saran tentang apa saja yang harus kulakukan agar lebih dekat dengan perempuan itu. Akupun meniyakan.
Sudah hampir 2 bulan aku mendekatimu dan 2 bulan pula kita latihan volly bersama. Kau mulai membuka harapan, seringkali kau tertawa mendengar ceritaku tentang dunia. Kau tersenyum, kau terbuka denganku dan menceritakan keluh kesahmu. Kau mengenalkanku pada abangmu, seorang tentara yang kau bangga-banggakan.
Tetapi, kau selalu menjaga jarak denganku saat ada teman satu sekolahku yang juga ikut dalam tim volly. Aku heran. Lesu. Bingung. Tak tau harus berbuat apa.
Sampai pada saat jawaban dari pertanyaanku soal kau dan temanku perlahan terjawab. Disuatu tempat makan yang diisi dengan Aku, kamu, teman satu sekolahku dan beberapa orang dari tim sedang asyik melahap makanan.
Aku terus menatapmu, kau terus menatapnya.
Padahal karib ku itu sudah mempunyai seorang kekasih. Dan aku menawarkan ajakan pulang bersama, dan kau mengiyakan. Diatas motorku kau bercerita banyak, tentang latihan beberapa hari ini dan tentang dia. Karibku. Dengan lantang dan senangnya kau bercerita bahwa kau menyukainya. Padahal aku sudah pernah nyatakan bahwa aku menyukaimu. Tapi kau tak pernah tersenyum saat aku nyatakan itu. Justru sebaliknya. Kau selalu mengalihkan pembicaraan saat aku mulai menanyakan tentang perasaanmu kepadaku.
Sebenarnya ada apa? Aku yang kurang hebat mengejarmu atau kau yang terlalu menyukainya?.
Beberapa hari menjelang pertandingan volly se DKI. Kau semakin dekat denganya. Aku semakin tersekat oleh kebahagiaan kalian. Dan disamping gor tempat bertanding, kau memberikan kue kepada karibku sebagai ucapan selamat ulang tahun. Kau iris kue itu dan menyuapkan kepadanya dengan penuh ketulusan. Kau potong lagi kue itu dan kau menghampiriku yang sedari tadi memperhatikanmu.
Kau coba menyuapiku. Kau coba tersenyum kembali kepadaku. Aku pun demikian. Dengan perlahan, aku menolak kue darimu. Yang sebenarnya untuk karibku, bukan untukku.
Setelah pertandingan selesai dan aku kalah. Aku tau kita tak akan berjumpa kembali dalam sesi latihan. Kita akan terpisah oleh jarak, bahkan perasaan.
Aku menyukaimu.
Kau menyukainya.
Kita benar-benar terpisah. Tak ada lagi komunikasi diantara kita. Dan aku berusaha melepasmu, melupakanmu. Menjauh dari pintu harapan masa lalu yang aku kira itu adalah kamu.
3 bulan setelah kedekatan kita, aku mendengar kabar bahwa kau akan bertanding. Kutaruh buku pelajaranku, ku siasati guruku agar memberikan izin.
Telah sampai aku di gor tempat kau akan bertanding. Duduk dibangku paling atas dan bingung mencari kamu.
Ditengah lapangan volly yang luas, dengan senyum yang lebar. Kau melambaikan tangan kepadaku, akupun demikian. Kita berjumpa kembali setelah lelahnya aku mengejarmu. Dan aku kembali tersenyum, mengingat kala kau marah denganku.
Sampai jumpa perempuan disebrang net sana. Semoga kau tetap indah seperti biasa. Maaf jika aku kurang lihai mengejarmu, atau maaf jika aku kurang tampan dari karibku.
Aku hanya pria penuh sajak. Menuangkan semua dengan tulisan. Bahwa aku mengagumimu. Dan kau sudah menolakku.
Aku tersenyum kembali untukmu, kaupu. tersenyum.
Entah untuk siapa.
Komentar
Posting Komentar