Langsung ke konten utama

Kurasa, Antartika kalah dingin denganmu.

Selamat malam embun, beserta semua zat yang dingin.  Termasuk kamu.

Baru saja tadi sore, aku yang tengah duduk santai dikejutkan oleh rintik hujan.  Ia datang beramai-ramai, membentur atap rumahku, berbisik dan mengingatkanku kembali pada satu sosok perempuan.  Iya satu. Aku tidak terlalu pandai berbagi tempat. 

Suara seseorang yang memanggil namaku dari luar rumah membuat aku terbangun.  Suara itu tak asing, memang suara itu yang sering memanggil namaku dari kecil.  Ia teman, yaa ia yang selalu mengajak aku ke lapangan hanya untuk menendang bola ditengah hujan.  Dan aku selalu mengiyakan ajakannya. 

#

Hujan dari masa kemasa selalu sama, mungkin kecepatan air yang jatuh yang membuatnya kadang berbeda.  Sebuah bola yang sedari tadi ditendang kesana kemari melengkapi kebahagiaan para cowok yang sudah bergaul dari kecil.  Layaknya anak kecil.  Tak ada raut kesedihan, yang ada hanya tertawa. 

Hujan masih saja mengguyur wilayah Ibu Kota. 

Hening menjadi tiada, rintik hujan yang menghilangkannya.  Senja belum juga menyapa, langit hitam yang tak mau keindahannya terlihat lebih dulu. 

Dari tengah lapangan, dengan jarak sekitar 50 meter.  Aku melihat kamu.  Aku baru teringat pada sebuah ucapan, bahwa Ayahmu adalah seorang tentara yang gagah.  Kantornya dekat sekali dengan rumah dan tempat bermainku. 

Aku masih menancapkan kaki dengan kokoh, menatap senyummu dari kejauhan.  Kau masih tampak indah, dengan seragam sekolahmu dan jalan yang khas. 

Aku memanggilmu, kau tak menoleh.  Kau masih sibuk dengan Handphonemu sambil berjalan kaki menuju mobil ditempat parkir.  Dari arah punggungmu, berjalan seorang pria yang lumayan tua dengan seragam dinas tentaranya.  Ia menjagamu, bahkan sangat sayang kepadamu. 

Angin berhembus pelan diiringi rintik hujan yang mulai mereda, ia menyentuh kulitmu.  Aku cemburu, aku tak pernah diberi kesempatan untuk menjagamu.  Padahal aku sangat ingin menjadi bagian dari senyummu. 

Kaupun memasuki mobil dan pergi bersama Ayahmu, meninggalkan sesuatu yang tak penting (aku). 

Aku masih ingat betul kala kau memberikan arahan tentang bermain volly, dan kau tersenyum. 

Sore tadi, aku baru saja melihat senyum yang sama. 

bedanya, kini kau mampu tersenyun hanya dengan menggeser layar Handphonemu.  Mungkin kau sedang bahagia membaca pesan dari seseorang.  Beruntungnya orang itu, membuat kau tersenyum hanya dengan sebuah pesan.  Aku malah susah payah untuk membuatmu tertawa, itu juga harus dengan tindakan bodoh. 

Akupun mencoba menghubungimu kembali lewat pesan.  Malam yang menegangkan untukku ketika harus menanyakan kabarmu yang entah kemana akhir-akhir ini. 

Kau balas pesanku begitu dingin, entah cuaca yang mempengaruhimu atau memang hatimu masih sama seperti dulu.  Dingin.  Kau dingin. 

Padahal aku hanya ingin tau kabarmu,
Wi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita kita dulu di Sekolah Dasar

Awal cerita ini terjadi pas kelas 5 Sd, gue yang tadinya sekolah di pinggiran Jakarta dipindahin ke Tengah biar gak jatoh.  Disekolah baru gue ini agak pemalu, yaa namanya ketemu temen dan semua yang apa apa baru pasti ngerasa asing karna belom biasa sama semuanya.  Gue jalan dari rumah ke sekolah dan sampe dehh.  Bel sekolah berbunyi dan hari pertama gue disekolah baru, pas duduk gue ditaro di tempat paling depan gitu duduk sebelahan sama yang namamya Ipang.     Sebelum pelajaran dimulai gue disuruh memperkenalkan diri di depan kelas, langsung gue maju buat ngenalin diri "Hallo , nama saya Arya Dahan Jaka biasa dipanggil arya , saya pindahan dari SD di pinggiran Jakarta yang tak ingin disebutkan namanya "      Begitu pelajaran dimulai gue bingung apa apa gak ada yang masuk otak, bingung liat guru bingung liat temen gue yang ngeliatin gue mulu.  Hari terasa menegangkan ditempat baru, rasanya kaya di kelilingin Avengers gara gara salah sambung nelpon ke markas S.H.I.E.L.D.

Cerita kita dulu di sekolah dasar #2

Dengan jalan ngengkang gue pun pulang ke rumah.  Pas nyampe rumah, nenek gue yang ngeliat keadaan gue dengan muka geram langsung teriak dengan nada kencang ' ARYAAAAAAA!!!!!!!' Muka gue langsung pucet pas denger bentakan dari nenek gue.  Gue cuman bisa berdiri di depan pintu rumah dengan kaki berbentuk O karna ngengkang dan masih menggunakan seragam sekolah 'Kamu jalan ngengkang gitu terus keringet dingin gini, kamu berak dicelana? Hah?' 'Ini tuh serpihan masa lalu gitu nek yang keluar, kaya semacam zat yang keras tapi lembek gara gara kedudukan pas di sekolah.  Gitu nek' 'Alah udah, t*i aja pake ada pengertiannya.  Yaudah sono ke kamar mandi, kamu selesain urusan kamu sama masa lalu kamu.  Awas jalannya hati hati, jangan ampe tuh t*i bececeran dilantai.' Gue pun jalan ngengkang sambil nunduk menuju kamar mandi setelah kena omelan dari nenek gue.  Langsung aja gue bersihin sisa sisa zat kuning ini.  Selagi ngebersihin, gue terus kebayang bayang ten

Cloud

let me hold your hand between sentences full of hesitation in which you don't know what to do  or let me hold you tight when the world makes you stupid  in which you feel that everything is always wrong  let me be there  always  when you feel lost  or upset  let me I'll always be there